Kurangnya keterwakilan, komentar yang ceroboh olahraga ini menghadapi masalah keberagaman

Kurangnya keterwakilan, komentar yang ceroboh olahraga ini menghadapi masalah keberagaman

Kurangnya keterwakilan, komentar yang ceroboh olahraga ini menghadapi masalah keberagaman . Minimnya keterwakilan, tanggapan yang sembarangan, serta ‘olok-olok rasis’ – bagaimana olahraga ini hadapi persoalan kemajemukan

Olahraga elit dapat jadi area yang sepi serta gak tahu ampun. Tanya saja di pemain rugby kulit hitam serta pemain internasional Inggris Sadia Kabeya, yang mengucapkan minimnya kemajemukan budaya serta etnis dalam olahraganya berefek jelek di jati dirinya.

“Selaku seseorang gadis muda yang cuman pengin tampil memesona, saya pikirkan saya cuman menekan banyak hati yang saya rasa.” Tuturnya pada CNN Sport di sebuah interview. “Sewaktu saya ingat lagi waktu-waktu itu, saya memahami kalau saya sungguh-sungguh membenahi diri saya buat coba serta menempatkan diri.”

Laporan tahun 2023 yang diberi tugas oleh Rugby Football Union (RFU) – tubuh pengurus olahraga di. Inggris – Premiership Rugby (PRL) serta Rugby Players Association (RPA) mendapati kalau “rasa punya tak mempunyai sifat universal sementara kepentingan buat bercampur, dirasa, dan distereotipkan, memanglah ada, terpenting buat pemain kulit memiliki warna,” menurut RFU.

 

“Anyar seusai saya mulai memandangnya lebih serius serta keluar sekolah, saya memahami kendala kemajemukan.”

Kabeya, yang klub Inggrisnya beberapa waktu terakhir jadi pemenang tiap-tiap kompetisi di Enam Negara buat sampai grand slam, pertamanya kali main dengan cara professional dengan klub club Richmond Women di barat daya London.

Kurangnya keterwakilan, komentar yang ceroboh olahraga ini menghadapi masalah keberagaman

Kurangnya keterwakilan, komentar yang ceroboh olahraga ini menghadapi masalah keberagaman

“Saya merasa diri saya kerap mengganti bahasa gaul yang saya pakai. Seperti ubah code,” tuturnya.

Kabeya tergabung dengan klub di tahun 2019 serta mengucapkan kalau ia salah satunya dari “empat pemain non-kulit putih” di “team yang terdiri dalam seputar 30” wanita di Richmond ketika tersebut.

Ia memperjelas kalau ia bakal mengganti musik yang ia dengar sebab takut beberapa orang di club bakal “mengacak”.

CNN udah mengabari Richmond buat memohon respon atas tanggapan Kabeya.
Kesadaran kalau ia udah beralih selaku personal tak berasa hingga pucuk pergerakan Black Lives Matter di tahun 2020, kata Kabeya.

“Buat gadis-gadis muda yang hadir serta cari teladan… sewaktu Anda biasa ada dalam seputar beberapa orang yang punya kecocokan budaya dengan Anda. Anda tampak sama, Anda dengerin musik yang serupa – sewaktu mendadak itu mulai lenyap. Itu jelas mengesalkan,” terang Kabeya, yang saat ini main buat Loughborough Lightning di Inggris.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *